Wahai kaum jomblowan jomblowati yang dirahmati Allah.
Tahukah kalian bahwa di atas persada nuswantara ini ada satu tempat yang paling paradok untuk kehidupan para jomblo? Para penduduknya dicekokin doktrin antijomblo, tapi tak boleh memiliki pasangan. Mereka dikasih tahu bagaimana sedaaapnya punya pasangan, tapi terancam sanksi jika ketahuan berduaan. Tempat apakah itu? Coba tebak? Tul. Pondok Pesantren, namanya.
Bayangkan saja, sidang Jombloo rahimakumullah. Di institusi paling sepuh di nuswantara ini, ada satu kitab yang sering kali dikaji dan dibacakan secara bandongan. Judulnya Fathul Ijar, yang artinya membuka sarung. Kebayangkan bagaimana provokatifnya kitab tersebut? Deg-deg seeer deh…!!!
Di kitab yang gak begitu tebal itu, para santri dipaksa belajar seluk beluk tentang isi sarung. Mulai dari posisi bercinta dengan semua variasi gayanya, sampai bagaimana posisi yang paling maknyus untuk para pemula. Duh, duh… keringat dingin keluar dah.
Apalagi kiab itu dibacakan oleh ustad-ustad yang udah pada punya bini dengan kategori subhanallah—alamak luar biasa. Biasanya, belio-belio ini memberikan penjelasan dengan begitu gamblang, tapi penuh teka-teki. Ada semacam kode etik untuk menyebut hal-hal yang *tuuutt* (maaf, tersensor), dengan kata ganti. Yang paling populer adalah ‘Mentimun VS Donat’.
Sialnya, para jomblowan atawa jomblowati harus hidup dalam ekosistem yang homogen. Sekali laki, laki semua. Sekali perempuan, perempuan semua. Gak boleh mereka berhubungan, apalagi sampai pacaran. Bisa berabe kalau ketahuan. Sanksi yang jamak diberlakukan di pesantren kebanyakan adalah potong rambut. Petal sana, petal sini. Botak sana, botak sini. Gak boleh dirapihin sampai beberapa hari. Bayangkan, betapa paradoknya?
Jama’ah jomblo rahimakumullah!
Tapi paradok yang demikian tak membuat mereka begitu nestapa ketimbang para jomblo di luar dunia pesantren. Mereka dicetak untuk menjadi para jomblo idaman mertua. Hah? Iyalah.
Sekali lagi bayangkan. Mereka, dengan penampilannya yang religius—meski terkadang agak kucel efek kelamaan menjomblo—para jomblo cum santri ini amatlah diidamkan para mertua. Apalagi jika ditunjang dengan suara merduanya kala melantunkan ayat-ayat suci. Duh, hati mertua mana yang tak tersentuh? Berebutlah mereka untuk menjadikannya menantu.
Para jomblowati dengan kerudungnya yang imut-imut, sederhana, gak neko-neko, anggun, tipe pasangan yang menerima apa adanya, dan gak banyak nuntut, tentulah bikin jones berebut berfantasi. Dan, tentunya, gak bakal ada orang tua yang menolak mereka menjadi menantu.
Gak percaya, silakan riset sendiri ke pesantren-pesantren yang terserak di pelosok Jawa, mulai dari kota sampai pelosok desa. Dijamin dah bakal betah!
Jama’ah jomblo rahimakumullah…!
Spesies jomblo made in pesantren ini, layak disebut dengan jomblo lillahi ta’ala. Di tengah potensi untuk meraih banyak cinta lawan jenis, mereka memaksakan diri untuk mencintai bait-bait Alfiyah. Menghafalkan seribu bait tentang hukum-hukum bahasa Arab tersebut. Saat banyak lawan jenis ingin mendekati mereka, para jomblo lillahi ta’ala ini lebih memilih untuk menyendiri dengan kitab, sajadah dan tasbihnya. Kala banyak rayuan dari lawan jenis yang datang, mereka tetap teguh tak melewati gerbang pemondokannya.
Duh, duh… sungguh jomblo lillahi ta’ala ini adalah idaman para mertua.
http://www.santrionline.net/2016/05/jomblo-lillahi-ta.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar